startegi belajar mengajar
Selasa, 03 April 2012
0
komentar
Dasar-dasar
Strategi Belajar-Mengajar
1. Konsep Dasar Strategi Belajar Mengajar
Yang dimaksud dengan strategi secara umum dapat
didefinisikan sebagai suatu garis besar haluan bertindak untuk mencapai sasaran
yang telah ditetapkan. Menurut Newman dan Logan,
dalam bukunya yang berjudul Strategy Policy and Central Management(1971
: 8), strategi dasar dari setiap usaha akan mencakup keempat hal sbb :
a. Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi
dan kualifikasi hasil seperti apa yang harus dicapai dan menjadi sasaran usaha
itu yang sesuai dengan aspirasi dan selera masyarakat.
b. Mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan
utama manakah yang dipandang paling efektif guna mencapai sasaran tersebut.
c. Mempertimbangkan dan menetapkan
langkah-langkah apa saja yang akan ditempuh untuk mencapai sasaran tersebut.
d. Mempertimbangkan dan menetapkan kriteria dan
patokan ukuran yang harus dipergunakan untuk mengukur dan menilai taraf
keberhasilan usaha tersebut.
2. Menetapkan Sasaran Kegiatan Belajar-Mengajar
dalam Rangka Mengidentifikasi Entering Behavior Siswa
a. Sasaran-Sasaran Kegiatan Belajar-Mengajar
Setiap kegiatan belajar mengajar pasti mempunyai tujuan
tertentu. Tujuan tersebut bertahap dan berjenjang mulai dari sangat operasional
dan konkret sampai yang bersifat universal. Tujuan itu pada akhirnya harus
diterjemahkan dalam ciri-ciri / sifat-sifat wujud perilaku dan pribadi dari
manusia yang dicita-citakan. Sistem pendidikan harus melahirkan para warga
Negara yang memiliki empat kemampuan, kecakapan dan sifat utama, yaitu :
v Self realization, maksudnya manusia harus
mampu mewujudkan dan mengembangkan bakat-bakatnya seoptimal mungkin.
v Human relationship ( hubungan antarinsan )
v Economic efficiency (efisiensi ekonomi
v Civil responsibility, manusia harus memiliki
tanggung jawab sebagai warga Negara.
b. Entering Behavior Siswa
Meskipun terdapat keragaman dari berbagai paham dan teori
tentang makna perbuatan belajar, namun teori manapun pada akhirnya cenderung
untuk sampai pada konsensus bahwa hasil perbuatan belajar itu dimanifestasikan
dalam perubahan perilaku dan pribadi baik secara material-substansial,
struktural-fungsional, maupun secara behavioral. Tingkat dan jenis
karakteristik perilaku siswa yang telah dimilikinya pada saat akan memasuki
kegiatan belajar mengajar inilah yang dimaksudkan dengan Entering Behavior. Entering
Behavior ini akan dapat kita identifikasikan dengan berbagai cara, antara lain
:
1. Secara tradisional,
lazimnya para guru memulai dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan mengenai
bahan-bahan yang pernah diberikan sebelum menyajikan bahan baru.
2. secara inovatif, guru-guru
sudah mulai mengembangkan instrumen pengukuran prestasi belajar dengan cara
melakukan pre-test sebelum memulai kegiatan belajar mengajar.
Dengan mengetahui gambaran tentang entering behavior, siswa
akan memberikan banyak sekali bantuan kepada guru, antara lain :
1) Untuk mengetahui seberapa jauh kesamaan
individual antarsiswa dalam taraf kesiapannya, kematangannya, serta tingkat
penguasaan dari pengetahuan dan keterampilan dasar sebagai landasan bahan baru.
2) Dengan mengetahui disposisi perilaku siswa
tersebut, guru akan dapat mempertimbangkan dan memilih bahan, metode, teknik,
dan alat bantu belajar mengajar yang sesuai.
3) Dengan membandingkan nilai hasil pre-test
dengan nilai hasil akhir, guru akan memperoleh indikator yang menunjukkan
seberapa banyak perubahan perilaku yang terjadi pada siswa.
Mengingat hakikat perubahan perilaku itu dapat berupa
penambahan, peningkatan hal-hal baru terhadap hal lama yang telah dikuasai,
atau bahkan berupa pengurangan terhadap perilaku lama yang tidak diinginkan
(merokok, mencontek, dsb) , maka sekurang-kurangnya ada tiga dimensi dari
entering behavior itu yang perlu diketahui guru adalah :
a. Batas-batas cangkupan ruang
lingkup materi pengetahuan yang telah dimiliki dan dikuasai siswa.
b. Tingkatan dan urutan
tahapan materi pengetahuan, terutama kawasan pola-pola sambutan atau kemampuan
kognitif, afektif, dan psikomotor yang telah dicapai dan dikuasai siswa.
c. Kesiapan dan kematangan
fungsi-fungsi psikomorik, proses-proses kognitif, pengalaman, mengingat,
berpikir, afektif, emosional, motivasi, dan kebiasaan.
Sebelum merencanakan dan melaksanakan kegiatan mengajar,
guru harus dapat menjawab pertanyaan :
a) Sejauh mana batas-batas materi pengetahuan
yang telah dikuasai dan diketahui oleh siswa yang akan diajar.
b) Tingkat dan tahap serta jenis kemamupuan
manakah yang telah dicapai dan dikuasai siswa yang bersangkutan.
c) Apakah siswa sudah cukup siap dan matang
untuk menerima bahan dan pola-pola perilaku yang akan diajarkan.
d) Seberapa jauh motivasi dan minat belajar yang
dimiliki oleh siswa sebelum belajar dimulai.
3. Pola-pola Belajar Siswa
a. Mengidentifikasi pola-pola belajar siswa
Gagne (Lefrancois 1975:114-120) mengkategorikan pola-pola
belajar siswa ke dalam 8 tipe dimana yang satu merupakan prasyarat bagi yang
lainnya/yang lebih tinggi hierarkinya. Kedelapan tipe belajar itu ialah:
· Tipe I:Signal Learning (belajar signal atau
tanda, isyarat)
Tipe belajar ini menduduki tahapan hierarki (yang paling
dasar). Signal learning dapat didefinisikan sebagai proses penguasaan
pola dasar perilaku yang bersifat involunter (tidak disengaja dan didasari
tujuannya). Kondisi yang diperlukan bagi berlangsungnya tipe belajar ini ialah
diberikan stimulus secara serempak perangsang-perangsang tertentu dengan
berulang-ulang.
· Tipe II:Stimulus-Respons Learning (belajar
stimulus-respons, sambut rangsang)
Tipe belajar II ini termasuk ke dalam operant or
instrumental condition (Kible,1961) atau belajar dengan trial and error
(Thorndike). Kondisi yang diperlukan untuk dapat berlangsungnya tipe belajar
ini ialah faktor reinforcement.
· Tipe III:Chaining (mempertautkan) dan tipe IV:Verbal
Association (asosiasi verbal)
Kedua tipe belajar ini setaraf, ialah belajar menghubungkan
satuan ikatan S-R yang satu dengan yang lainnya. Tipe III berkenaan dengan
aspek-aspek perilau psikomotorik dan tipe IV berkenaan dengan aspek-aspek
belajar verbal. Kondisi yang diperlukan bagi berlangsungnya proses belajar ini
antara lain secara internal terdapat pada diri siswa harus sudah terkuasai
sejumlah satuan-satuan pola S-R, baik psikomotorik maupun verbal. Di samping
itu, prinsip contiguity, repetition, dan reinforcement masih
tetap memegang peranan penting bagi berlangsungnya proses chaining dan association
tersebut.
· Tipe V:Discrimination Learning (belajar mengadakan
perbedaan)
Dalam tahap belajar ini, siswa mengadakan diskriminasi
(seleksi dan pengujian) di antara dua perangsang atau sejumlah stimulus yang
diterimanya kemudian memilih pola-pola sambutan yang dipandangnya paling
sesuai. Kondisi yang utama untuk dapat berlangsungnya proses belajar ini ialah
siswa telah mempunyai kemahiran melakukan chaining dan association
serta memiliki kekayaan pengalaman (pola-pola satuan S-R)
· Tipe VI:Concept Learning (belajar konsep,
pengertian)
Berdasarkan pesamaan cirri-ciri adari sekumpulan stimulus
dan juga objek-objeknya ia membentuk suatu pengertian atau konsep-konsep.
Kondisi utama yang diperlukan bagi proses berlangsungnya belajar tipe ini ialah
terkuasainya kemahiran diskriminasi dan proses kognitif fundamental sebelumnya.
· Tipe VII:Rule Learning (belajar membuat
generalisasi, hukum-hukum)
Pada tingkat ini siswa belajar mengadakan kombinasi dari
berbagai konsep (pengertian) dengan mengoperasikan kaidah-kaidah logika formal
sehingga siswa dapat membuat konklusi tertentu.
· Tipe VIII:Problem Solving (belajar memecahkan
masalah)
Pada tingkat ini siswa belajar merumuskan dan memecahkan
masalah (memberikan respons terhadap rangsangan yang menggambarkan atau
membangkitkan situasi problematik) dengan menggunakan berbagai rule yang
telah dikuasainya. Menurut John Dewey (Loree,1970:438-439) dalam bukunya How
We Think, proses belajar pemecahan masalah itu berlangsung sebagai berikut:
ü Become aware of the problem (menyadari
adanya masalah)
ü Clarifying and defining the problem (menegaskan
dan merumuskan masalahnya)
ü Searching for facts and formulating
hypotheses (mencari fakta pendukung dan merumuskan hipotesis)
ü Evaluating proposed solution (mengevaluasi
alternatif pemecahan yang dikembangkan)
ü Experimental verification (mengadakan
pengujian atau verifikasi secara eksperimental, uji coba)
b. Memilih system belajar mengajar (pengajaran)
Dewasa ini, para ahli teori belajar telah mencoba mengambarkan
cara pendekatan atau system pengajaran atau proses belajar-mengajar. Diantara
berbagai system pengajaran yang banyak menarik perhatian orang akhir-akhir ini
ialah:
· Enquiry-Discovery Learning (belajar
mencari dan menemukan sendiri)
Dalam system belajar-mengajar ini, guru menyajikan bahan
pelajaran yang tidak dalam bentuknya yang final. Siswalah yang diberikan
kesempatan untuk mencari dan menemukannnya sendiri dengan menggunakan teknik
pendekatan pemecahan masalah. Secara garis besar prosedurnya yaitu
stimulasi-perumusan masalah-pengumpulan data-analisis
data-verifikasi-generalisasi.
System belajar-mengajar ini dikembangkan oleh Bruner
(Lefrancois,1975:121-126). Pendekatan belajar ini sangat cocok untuk materi
pelajaran yang bersifat kognitif. Kelemahannya, antara lain memakan waktu yang
banyak dan kalau kurang terpimpin dan terarah, dapat menjurus kepada kekaburan
atau materi yang dipelajarinya.
· Expository Learning
Dalam sistem ini, guru menyajikan bahan dalam bentuk yang
telah dipersiapkan secara rapi, sistematik, dan lengkap sehingg asiswa tingal
menyimak dan mencernanya secara teratur dan tertib. Secara garis besar
prosedurnya ialah periapan-petautan-penyajian-evaluasi. Ausubel berpendapat
bahwa pada tingkat-tingkat belajar yang lebih tinggi, siswa tidak selau harus
mengalami sendiri. Siswa akan mampu dan lebih efisien memperoleh informasi
sebanyak-banyaknya dalam tempo sesingkat-singkatnya. Yang penting siswa
dikembangkan penguasaannya atas kerangka konsep-konsep dasar atau pla-pola
pengertian dasar tentang sesuatu hal sehingga dapat mengorganisasikan data,
informasi, dan pengalaman yang bertalian dengan hal tersebut.
· Mastery learning (belajar tuntas)
Proses belajar yang berorientasi pada prinsip mastery
learning ini harus dimulai dengan penguasaan bagian terkecil untuk kemudian
baru dapat melanjutkan ke dalam satuan (modul) atau unit berikutnya. Atas dasar
itu maka dewasa ini telah dikembangkan system pengajaran berprogram dan juga
system pengajaran modul, bahkan Computer Assisted Instruction (CAI).
Dengan tercapainya tingkat penguasaan hasil pelajaran yang tinggi, maka akan
menunjukkan sikap mental yang sehat pada siswa yang bersangkutan.
· Humanistic Education
Teori belajar ini menitikberatkan pada upaya membantu siswa
agar ia sanggup mencapai perwujudan diri (self realization) sesuai
dengan kemampuan dasar dan keunikan yang dimilikinya. Karakteristik utama
metode ini, antara lain bahwa guru hendaknya tidak membuat jarak yang tidak
terlalu tajam dengan siswa. Sasaran akhir dari proses belajar mengajar menurut
paham ini ialah self actualization yang seoptimal mungkin dari setiap
siswa.
c. Pengorganisasian satuan kelompok belajar siswa
Gage
dan Barliner (1975:447-450), juga Norman MacKenzie dan rekan-rekannya
(UNESCO,1972:126) menyarankan pengorganisasian kelompok belajar siswa ke dalam
susunan sebagai berikut:
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: startegi belajar mengajar
Ditulis oleh shafirol Muda Dalam
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke http://shafirol88-muda.blogspot.com/2012/04/startegi-belajar-mengajar.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.Ditulis oleh shafirol Muda Dalam
Rating Blog 5 dari 5
0 komentar:
Posting Komentar